Senin, 07 Maret 2011

MAMA ........... APAKAH AKU BUKAN CUCU NENEK?

Taicing:          Si kecil memandang sepupunya yang sedang dipangku dan disuapi oleh neneknya, sementara ia dibiarkan menonton. Padahal sepupunya itu juga seumur dengan dia. Apa ya rasanya dipeluk Nenek?


·    Mertua Adinda sangat menyayangi cucunya, namun yang mendapat cinta-kasih itu justru bukan anak Adinda. Sementara kepada anak Adinda kelihatannya si nenek tidak peduli bahkan tidak terlalu menyukai si cucu dan sering mencela buah hati Adinda yang rewellah, cengenglah dan sebagainya. Padahal cucu yang amat disayangi itu tidak kalah manja dan cengengnya.
·    Seorang pria mengeluh mengapa ibunya lebih banyak memberi kepada keponakan-keponakannya yaitu anak-anak adik perempuannya, sementara ibunya tidak pernah menawarkan sepeserpun bantuan kepada keluarganya. Dia merasa ibunya telah berbuat tidak adil. 

Tidak harus selalu diperlakukan “equal” 

Tidak ada satupun hukum atau aturan yang mengharuskan nenek/kakek, eyang, atau para embah untuk memperlakukan setiap cucunya sama. Dr. Jeanne Fleming dari Money CNN mengatakan bahwa orang tua memang harus bersikap adil kepada setiap anaknya, sementara para embah dikecualikan. Bukanlah hal yang aneh apabila seorang opung memberikan lebih banyak perhatian (dan materi) kepada salah seorang cucu. Penyebabnya macam-macam, bisa karena kedekatan, karena kesamaan temperamen maupun hal-hal lain yang kadang-kadang sulit dijelaskan.
  
Coba lihat sejarahnya 

Sebagai pihak yang diperlakukan tidak adil (biasanya sih para menantu), ada baiknya dicek dulu sejarah bentuk hubungan di dalam keluarga mertua:
  • Apakah yang mendapat perlakuan istimewa adalah cucu-cucu dari anak paling tua? Biasanya cucu-cucu yang lahir lebih dulu mendapat lebih banyak perhatian, karena merupakan cucu yang “dinanti” oleh sang eyang 
  •  Apakah yang mendapat perhatian cucu dari anak bungsu yang merupakan kesayangan bapak-ibu? Apalagi kalau ternyata hidup si bungsu secara ekonomi yang paling susah
  • Apakah yang digadang-gadang adalah cucu dari anak yang memberikan kontribusi paling banyak kepada keluarga – sehingga secara sosio-ekonomi cucu-cucu ini memiliki “derajat” yang lebih tinggi di antara cucu yang lain?  
  • Dalam keluarga yang menganut sistem matriarkat, cucu perempuan dari anak perempuan memiliki “nilai lebih”, karena merekalah yang akan melanjutkan mengurus harta pusaka keluarga
 Dengan mengetahui latar belakang bentuk-bentuk hubungan yang ada, maka akan lebih mudah bagi kita untuk memahami situasi yang tidak menyenangkan ini.
 
Tentu saja anak-anak mengerti 

Anak-anak tidak harus diberi-tahu bahwa bahwa “Nenek lebih senang dengan mbak Pipit daripada sama aku”. Sebab anak-anak memang selalu mengeluh mengenai segala hal dan apa saja, bahkan mengenai siapa yang mendapat acar pertama kali dari toples, demikian menurut Dr. Linda Sonna, penulis buku The Everything Parent's Guide to Raising Siblings: Tips to Eliminate Rivalry, Avoid Favoritism, and Keep the Peace (2006). 

Kalau yang bersikap tidak adil adalah orang-tua kita sendiri, maka kita bisa membicarakan langsung dengan orang-tua kita. Namun demikian harus diperhatikan situasinya, apakah waktu dan suasananya tepat untuk membicarakan hal yang cukup sensitif seperti ini. Kalau yang bersikap tidak adil adalah mertua, maka sebaiknya dibicarakan dengan pasangan kita. Kalau menurut pasangan kita bahwa sikap nenek atau kakek sesuatu yang wajar maka tidak perlu ngotot untuk bersikap frontal. Alih-alih anak kita mendapat kasih sayang, malah kita ikut dimusuhi.

Berteman dengan “musuh”

Mungkin saja kita menganggap bahwa keponakan yang mendapat perlakuan istimewa dari nenek-kakeknya adalah musuh yang harus dilawan atau dihindari. Karena mereka sudah menyebabkan buah hati kita sedih. Namun sesungguhnya sikap ini akan membuat hubungan kekeluargaan dengan mertua dan ipar menjadi tidak sehat. Sebab kita ‘kan tidak bisa menghindar untuk tidak berinteraksi dengan mereka. 

Kenapa tidak berteman saja? 

Kalau misalnya si nenek sedang memuji-muji cucu kesayangan karena suka makan sayur atau pintar menari Bali, maka ibu dari cucu yang diabaikan dapat “Iya nih mbak Pipit, ajarin dong Alisa makan sayur, supaya pintar menari Bali seperti mbak Pipit”, atau “Alisa juga sudah mulai belajar makan sayur supaya pintar menari Bali seperti mbak Pipit. Nanti Alisa diajarin ya mbak”. 

Berikanlah pujian sambil anda mendekap anak anda, agar anak bisa merasakan bahwa walaupun bundanya sedang memuji anak lain, dia memiliki orang tua yang sayang padanya dan tidak akan memperlakukan dia dengan tidak adil. “Biar saja eyang lebih sayang pada Mbak Pipit, tapi aku punya bunda yang hebat, yang sayang sama aku”. 

Lihat reaksinya. Apabila eyang menunjukkan reaksi positip, karena cucu kesayangannya dimintai saran, maka sikap seperti ini bisa dilanjutkan. Lama-lama eyang akan jatuh hati juga pada cucu yang “berteman” dan mengaku kehebatan cucu kesayangannya. Kalau ternyata eyang cuek saja dan menganggap usaha ini tidak ada gunanya ya tidak apa-apa. Bukan hanya anak anda di dunia ini yang diperlakukan tidak adil oleh neneknya. 

Kalau yang mendapat perlakuan istimewa anak-anak anda sendiri, apa sikap anda?

BOKS 

  • Jangan pernah mengakui baik dalam bentuk ucapan maupun sikap di depan anak bahwa nenek/kakek mereka pilih kasih 
  •  Minta bantuan pasangan untuk membicarakan hal sensitif ini dengan orang tuanya
2 November 2007

Sumber